Membangun Fikih Progresif Mazhab Indonesia (Eksistensi Pencatatan Akad Nikah dalam Hukum Perkawinan Islam Indonesia)
Hasil kajian ini, dengan menggunakan metode istihsan, khususnya al-istihsan bi al-qiyas al-khafi, menunjukkan bahwa pencatatan akad nikah mengandung kemaslahatan serta menghindarkan mudarat besar bagi suami, istri, maupun anak. Pasangan suami-istri dapat membuktikan bahwa mereka adalah pasangan yang sah menurut hukum, sekaligus memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan negara terkait identitas maupun kepentingan pasangan dalam menjalani kehidupan rumah tangga.
Pencatatan akad nikah, jika dilihat dari perspektif maqāṣid al-syarī‘ah, juga dapat menjaga kemaslahatan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Oleh karena itu, pencatatan akad nikah dapat dijadikan salah satu syarat sahnya pernikahan sebagaimana syarat-syarat lainnya, sehingga pencatatan ini dapat menjadi bagian dari fikih Indonesia.
Pencatatan akad nikah dalam perspektif al-Istihsan bi al-qiyas al-khafi adalah wajib, karena di dalamnya mengandung kebaikan yang sangat banyak dan sekaligus menghindari kemudaratan. Pasangan ini merupakan pasangan legal secara hukm karena statusnya sebagai suami isteri terdaftar dalam dokumen negara. Keduanya berhak mendapatkan perlindungan dari negara baik berkaitan dengan identitas seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Pasport, Akta Kelahiran anak, atau pun berkaitan dengan politik yaitu berhaknya memberikan suara atau dipilih pada pemilihan umum. Kepentingankepentingan suami isteri pun dapat dilindungi, di antaranya suami tidak dapat melakukan tindakan yang dapat merugikan isteri baik secara fisik maupun psikis, dan isteri pun berhak menuntut apabila suami melakukan tindakan yang dipandang melanggar perjanjianperjanjian atau ta’liq thalaq yang disepakati. Begitu juga ketika suami meninggal dunia, maka dengan terdokumentasikannya hubungan tersebut isteri dapat membuktikan bahwa ia adalah ahli waris yang sah dan secara tidak langsung anakanaknya pun berhak pula mendapatkan harta waris ini. Sebaliknya, ketika isteri meninggal dunia suami pun dapat membuktikan bahwa ia adalah suami dari perempuan yang meninggal tersebut, sehingga ia pun berhak mendapatkan harta waris.
Wajibnya melakukan pencatatan akad nikah didukung pula melalui kajian maqashid asy-syari’ah bahwa kemaslahatan pencatatan akad nikah termasuk dalam kategori kemaslahatan primer [dharuriyyah], yakni termasuk dapat melindungi dan memelihara kemaslahatan agama, jiwa, akal , keturunan dan harta. Kemaslahatan dalam pencatatan akad nikah dapat memelihara kemaslahatan agama, karena dengan adanya pencatatan ajaranajaran agama tidak dipraktikkkan secara kacau. Begitu juga pencatatan ini dapat memelihara kemaslahatan jiwa karena dengan adanya pencatatan, maka dapat menenteramkan psikologis isteri dan anak, bahkan dengan adanya ketenterapam psikologis tersebut, akal pikiran pun tidak terganggu dan terkuras untuk memikirkan dan menyelesaikan persoalanyang dihadapi.
Selanjutnya, pencatatan akad nikah juga dipandang dapat memelihara kemaslahatan keturunan, karena anak yang dilahirkan memiliki identitas yang jelas dan dapat dibuktikan secara hukum. Pencatatan ini juga dapat memelihara kemaslahatan harta, karena identitas anak yang dilahirkan pun memiliki kejelasan, sehingga ketika orang tuanya meninggal anak pun tidak mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan harta waris dari orang tuanya. Berdasarkan hal ini, pencatatan akad nikah termasuk sebagai penentu atau syarat sahnya akad nikah yang kedudukannya sama dengan syarat syarat sah akad nikah yang lain. Akad nikah yang tidak mencukupi salah satu syarat disebut sebagai akad nikah yang bathil. Akibatnya, akad nikah yang diselenggarakan pun tidak sah dan mesti difasakh.
Tertarik dengan artikel ini, silahkan download di sini

