Hasil dalam penelitian ini: Realitas sertifikasi halal pada rumah makan nonmuslim di Kota Palangka Raya sangat sedikit karena sosialisasi dari lembaga yang berwenang belum ada yang sampai kepada pengusaha rumah makan nonmuslim di Kota Palangka Raya, sehingga menyebabkan pengusaha rumah makan yang pemiliknya nonmuslim tidak mengetahui tentang UUJPH yang mewajibkan sertifikasi halal kemudian alasan pengusaha rumah makan tidak mendaftarkan produknya ke BPJPH karena mereka tidak mengetahui tentang kewajiban sertifikasi halal dan juga biaya yang dikeluarkan mahal rata-rata biaya untuk Kota Palangka Raya sebesar 3.500.000. Hal tersebut memberatkan pengusaha ditambah lagi efek pandemic yang membuat pendapatan pengusaha mengalami penurunan.
Dalam kesimpulan disebutkan:
Pertama, bahwa realitas sertifikasi halal pada rumah makan yang pemiliknya non-Muslim di Kota Palangka Raya sangat sedikit, hal ini disebabkan kurangnya pemahaman para pengusaha rumah makanan terhadap sertifikasi halal, bahkan ada yang tidak mengetahui sertifikasi halal sama sekali kemudian sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang belum ada yang sampai kepada mereka hal itu yang menyebabkan mereka tidak mengetahui tentang Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang mewajibkan sertifikasi halal.
Kedua, alasan pengusaha rumah makan tidak mendaftarkan produknya ke BPJPH adalah karena biaya yang mahal rata-rata biaya untuk di Kota Palangka Raya sebesar 3.500.000,00 hal ini sangat memberatkan pengusaha rumah makan kemudian tidak adanya hukuman kepada pengusaha rumah makan yang tidak melakukan sertifikasi halal selanjutnya alasan mereka tidak mendaftar sertifikasi halal dikarenakan penurunan pendapatan akibat pandemi covid-19.
Artikel ini dipublikasikan di Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum (JISYAKU), Vol. 1 No. 1 (2022). Jika anda tertarik dengan artikel ini, silahkan download di sini atau di sini.

