Hasil kajian menyatakan bahwa syarat alternatif tidak sesuai atau tidak benar menjadi penentu dibolehkannya suami berpoligami. Syarat-syarat alternatif seharusnya bersifat tambahan atau opsional yang jika syarat kumulatif sudah dapat dipenuhi suami maka ia dapat berpoligami. Hal ini tidak lain karena syarat ini disebut sebagai syarat kumulatif yang melingkupi membawahi syarat-syarat alternatif. Bukan sebaliknya, justru syarat kumulatif ditentukan oleh syarat alternatif. Menurut teori adz-Dzari’ah, ketika syarat alternatif menjadi penentu, maka hal itu akan menimbulkan kemudaratan sehingga hal ini termasuk dalam kategori sadd adz-Dzari’ah (tidak boleh atau bahkan haram). Salah satu kemudaratan tersebut adalah suami cenderung tidak akan pernah dapat berpoligami karena walaupun sudah mendapatkan ijin dari isteri, tetapi ketika salah satu syarat alternatif tidak terpenuhi maka suami tidak memiliki ruang untuk berpoligami.
Namun jika syarat-syarat kumulatif menjadi penentu izin poligami maka ia mengandung banyak manfaat. Poligami dilakukan pun tidak rumit dan dapat dilakukan secara bertanggung jawab. Salah satunya bahwa poligami akan banyak dilakukan di hadapan Petugas Pencatatan Nikah. Oleh karena itu syarat-syarat kumulatif menjadi penentu izin poligami termasuk dalam kategori fath adz-Dzari'ah. Kendatipun masih dituntut adanya persyaratan, mestinya persyaratan-persyaratan tersebut masih dalam batas wajar yang dapat dipenuhi pihak suami.
Artikel ini dipublikasikan di Jurnal De Jure: Jurnal Hukum dan Syar’iah, Vol 15, No 1 (2023). Tentu banyak kekurangannya dan perlu untuk diteliti Kembali atau dilihat dari sisi yang lain. Jika tertarik dengan artikel ini dapat didownload di sini atau di sini.

